A.
Makna
Perkembangan Sosial
Perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan
tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda
satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses
akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses
dalam perkembabangan sosial adalah sbb:
a. Berprilaku
dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya
harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan prilakunya.
b. Memainkan peran
di lingkungan sosialnya.
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan
seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi
tuntutan yang diberikan kelompoknya.
c. Memiliki Sikap
yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang
menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi
berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai
anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
B. Perkembangan Sosial Pada Remaja
Perkembangan sosial pada masa puber dapat dilihat dari dua ciri khas yaitu
mulai terbentuknya kelompok teman sebaya baik dengan jenis kelamin
yang sama atau dengan jenis kelamin yang berbeda dan mulai memisahkan diri dari
orang tua.
C.
Kelompok Teman
Sebaya
Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan
seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial.
Sebelum memasuki masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin hubungan
yang erat dengan teman sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok
anak-anak untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas
kelompok anak sebelum pubertas adalah bahwa kelompok tadi
terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan sex ini dapat membantu
timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan
identifikasi yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa
puber anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya
dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun
pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih
luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga seringkali adalah anggota
kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih heterogen daripada kelompok teman
sebaya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki
suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang
semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan
kohesi yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma kelompok
tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya.
Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok
daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma
kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.
D.
Melepas dari
orang tua
Tuntutan untuk
memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya merupakan
suatu reaksi terhadap status intern anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul
suatu diskrepansi yang besar antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan
sosial pada milienu orang tua.Dalam keadaan
seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal dengan orang
tua, diantaranya:
a. Perbedaan standar perilaku
Remaja awal sering menganggap
bahwa standar perilaku orang tuanya kuno sedangkan dirinya dianggap modern.
Mereka mengharapkan agar orang tuanya mau menyesuaikan diri dengan perilakunya
yang modern.
b.
Merasa menjadi
korban
Remaja sering merasa benci kalau
status sosial ekonominya tidak memungkinkan mempunyai simbol status yang sama
dengan teman sebayanya.Seperti
pakaian, sepatu, accecoris,dll. Pada usia ini ia paling tidak suka jika
diperintah mengerjakan pekerjaan di rumah.
c.
Perilaku yang
kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan
pola menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan
tanggung jawab dan jajan semaunya. Pelarangan dan menghukum membuatnya
benci kepada orang tua.
d.
Masalah palang
pintu
Kehidupan sosial yang aktif
menyebabkan ia sering melaggar peraturan. Seperti waktu pulang dan mengenai
dengan siapa dia berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
e.
Metode
Disiplin
Jika metode disiplin yang
diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan maka remaja akan
memberontak. Pemberontakan terbesar dalam keluarga terjadi jika salah satu
orang tua dominan daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh cenderung
otoriter.
Di Indonesia perkembangan remaja masih ada keterbatasannya. Di satu sisi
walaupun ingin melepas dari orang tua namun pada kebanyakan remaja awal
masih tinggal bersama orang tua. Selain itu juga secara ekonomik masih
bergantung kepada orang tua. Mereka juga belum bisa kawin, secara budaya
hubungan seksual tidak diperkenankan sesuai dengan norma agama dan sosial,
meskipun mereka sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis.
Mereka berusaha mencapai kebebasan dalam berpacaran. Mereka mempunyai
kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan
jenis kelaminnya. Hal ini berarti sebagai tanda kedewasaan, mereka mulai
mengorbankan sebagian besar hubungan emosi mereka dengan orang tua mereka dalam
usaha menjadi anggota kelompok teman sebaya.
Menurut Maccoby
(1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam keluarga berubah dari hubungan
regulasi menjadi hubungan yang coregulasi., dimana dalam hal ini orang tua
telah makin memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pada anak. Hal ini
bukan berarti menghalangi hubungan yang koperatif antara orang tua dan
anak-anaknya. Biasanya komunikasi yang terjalin dengan ibu jauh lebih dekat
daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu meliputi permasalahan sehari-hari,
sedangkan permasalahan dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di masyarakat.
Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya
interaksi antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di
sekelilingnya. Di Indonesia khususnya dalam masyarakat Jawa anak wanita
diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga dalam arti yang
lebih,misalnya merawat, memelihara dan bertanggung jawab terhadap rumah
dan keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai
kesempatan yang sama dalam masyarakat.
Dalam masa remaja awal ini , keinginan untuk melepaskan diri dari orang
tua dengan maksud untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson
ditinjau dari perkembangnan sosial menamakan proses ini sebagai mencari
identitas diri, yaitu menuju pembentukan identitas diri ke arah individualitas
yang mantap dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan diri
menuju kemandirian.
Usaha remaja awal dalam mencapai origininalitas juga sekaligus
menunjukkan pertentangan terhadap orang dewasa dan solidaritas
terhadap teman sebaya. Prinsip emansipasi memungkinkan bahwa kedua gerak antara
menuju kemandirian dengan ketergantungan dengan orang tua menimbulkan
jarak antar generasi (generation gap). Jarak antar generasi yang
dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan baik. Memang pada
kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti
melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini
mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan
hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan orang tua antara lain
penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah yang tidak tepat, kurang
hormat terhadap orang yang lebih tua, dll. Memang pada saat ini remaja
lebih progresif dibandingkan orang tuanya.
E.
Karakteristik Perkembangan Sosial
Remaja
Remaja pada tingkat perkembangan
anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan
remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja
telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah
mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan
norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai
lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian,
remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok
anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama
remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di
samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip
pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
a.
Pada masa remaja , anak mulai
memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan . Pergaulan sesama teman
lawan jenis dirasakan sangat penting , tetapi cukup sulit , karena di samping
harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja juga terselip pemikiran
adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup
b.
Kehidupan sosial remaja ditandai
dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional . Remaja sering mengalami
sikap hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya
c.
Menurut “ Erick Erison ‘ Bahwa masa
remaja terjadi masa krisis , masa pencarian jati diri . Dia berpendapat bahwa
penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural . Sedangkan menurut
Freud , Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan
seksual
d.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan
dalam bentuk kelompok – kelompok , baik kelompok besar maupun kelompok kecil.
F.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
a.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga.
Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan
yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b.
Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan
fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan
menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian,
untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga
setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi
oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat.
Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi
akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak
siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan
kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari
pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif
yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan
sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya.
Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal
ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya
sendiri.
d.
Pedidikan
Pendidikan merupakan proses
sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam
masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti
luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar
secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan
pendidikan(sekolah).
e.
Kapasitas Mental, Emosi, dan
Integensi
Kemampuan berpikir banyak
mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan
berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan
berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan
keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan
kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan
hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual
tinggi.