Mengidentifikasi Hakikat Bahasa : Apakah Bahasa Itu?
Kang Topik:
saya membuat artikel tentang mengidentifikasi hakikat bahasa, karena kemarin saat ingin ikut test SM3T saya mendapati bahwa salah satu kisi-kisi dari tes akademik program studi saya ada materi tersebut.
Tentu saya belajar tentang hakikat bahasa, walau apa yang saya pelajari tidak keluar pada saat tes akademik, namun tidak apa-apa, paling tidak saya sudah mendapatkan tambahan pengetahuan tentang pengertian bahasa dan secara mendalam arti dari hakikat bahasa.
Definisi Bahasa
Dari beberapa referensi yang saya cari melalui internet, saya dapati bahwa bahasa pada dasarnya adalah ujaran. Selain itu bahasa juga dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan informasi. Informasi yang dimaksud dapat berupa gagasan, ide, perasaan atau yang paling sederhana adalah pikiran.
Dari situ saya ambil umumnya saa, dengan menganggap bahwa bahasa adalah sebuah ujaran yang memiliki makna. Iya, karena kalau tidak mempunyai makna maka tidak dapat dikatakan sebagai bahasa. Sebagai contoh: ada ujaran “huua huss haa hii huuu” apakah ujaran tersebut mempunyai makna? dapat dimengerti? tidakkan? maka ujarn tersebut bukanlah bentuk dari bahasa.
Sampai situ saya fikir jelas tentang arti atau definisi dari bahasa.
Sifat-Sifat Bahasa
Setelah saya memahami tentan definisi bahasa, materi yang saya pelajari selanjutnya adalah sifat-sifat bahasa. Sifat-sifat bahsa artinya adalah sifat yang dimiliki oleh bahasa. Berikut ini ada beberapa sifat dari bahasa yang dapat saya jabarkan kembali:
- Sistematik : Bahasa itu mempunyai sifat sistematik, artinya bahasa adalah sebuah sistem. Bahasa itu terbentuk atau tercipta dari sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Maksudnya bagaimana? Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon.
Pyles dan algeo (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua tingkatan dalam sistem bahasa yang mereka sebut sebagai duality of patterning yang jika diterjemahkan menjadi kaidah ganda sistem bahasa. Kedua tingkatan ini mencakup komponen makna dan bentuk. Komponen bentuk yang berupa bunyi dipelajari oleh cabang linguistik yaitu fonetik atau fonologi sedangkan komponen makna ditelaah oleh semantik dan tata bahasa.Lebih jauh, Chaer (2007) menjelaskan, sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola dan tidak tersusun secara acak atau secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-sub sitem atau sistem bawaan. Dapat disebutkan sistem bawaan tersebut antara lain: subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan subsistem semantik.
Dalam linguistik, terutama subsistem fonologi, morfologi dan sintaksis tersusun secara hierarkial. Artinya, subsistem yang satu terletak dibawah subsistem yang lain, lalu subsistem yang lain tersebut terletak pula dibawah subsistem lainnya. Selanjutnya, ketiga subsistem tersebut- pun terkait dengan subsistem semantik.
Dengan kata lain, bahasa sebagai sistem merupakan kerjasama antara subsistem yang lain dengan subsistem lainnya yang terjalin dan membentuk bahasa.
- Lambang : Bahasa sebagai lambang artinya adalah bahasa sebagai penanda ide, pikiran, perasaan, benda, serta tindakan yang secara langsung dan ilmiah.
Lebih rinci, Chaedar Alwasilah (1993) menjelaskan bahwa lambang atau simbol mengacu pada suatu obyek dan hubungan antara simbol dan obyek itu bersifat manasuka. Lambang dapat dibuat dari bahasa apa saja, ia bisa terbuat hari suatu benda seperti piramid yang melambangkan keagungan, atau dari kain seperti warna putih atau hitam atau juga dalam bentuk ujaran.
Lambang dengan segala seluk beluknya dikaji dalam kegiatan ilmiah dalam satu bidang kajian yang disebut dengan ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang terdapat didalam kehidupan manusia termasuk bahasa.
Dalam kehidupannya, manusia selalu menggunakan lambang. Oleh karena itu, Earns Cassirer menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (animal symbolicum).Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari lambang, termasuk alat komunikasi verbal yang disebut dengan bahasa.
Jika ide atau konsep keadilan sosial dilambangkan dengan gambar padi dan kapas, maka wujud bahasa dilambangkan dalam bentuk bunyi yang berupa satuan-satuan bahasa seperti kata atau gabungan kata. Mengapa kata disebut sebagai lambang dalam satuan bahasa? sekali lagi, karena lambang bersifat manasuka, yaitu tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dan dengan yang dilambangkannya.
- Bunyi : Bahasa adalah bunyi, maka sepenuhnya dapat dikatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi. Yaitu, sistem bahasa itu adalah berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.
Secara teknis, menurut Kridalaksana (1983:27) bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Jadi, bahasa sebagai bunyi adalah sistem bahasa berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Contohnya media massa adalah bunyi – bunyi bahasa secara lisan dan berupa lambang bunyi / tulisan.
Kemudian, yang perlu dipertegas disini adalah tentang bunyi itu sendiri menurut pandangan bahasa, apakah itu bunyi seperti yang dikenal secara umum? Apakah semua bunyi disebut bahasa? dan lain sebagainya. Bunyi yang dimaksud dalam bahasa disebut juga denga “speech sound” adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang didalam fonetik diamati sebagai “fon” dan didalam fonemik sebagai “fonem” yang keduanya dibahas dalam bidang lingusitik.
- Arbitrer : Arbitrary berarti selected at random and without reason, dipilih secara acak dan tanpa alasan. Ringkasnya, manasuka atau seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan logis antara kata-kata sebagai simbol atau lambang dengan yang dilambangkannya. Atau, dengan bahasa lain, Chaer (2007) menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.
Contoh pengertian arbitrer tersebut dapat kita lihat sehari-hari dalam kehidupan kita, hal tersebut terbukti antara rangkaian bunyi-bunyi dengan makna yang dikandungnya. Mengapa bahan bakar sepeda motor disebut dengan bensin tidak kecap, binatang tertentu di Indonesia disebut kuda, di Inggris horse, di Arab faras dan akan terus berbeda diwilayah-wilayah lain tentang penyebutannya.
Itulah yang disebut dengan arbitrer atau manasuka yang tidak akan bisa ditemukan alasan penyebutannya yang berbeda-beda dikarenakan sifat ke-arbitreran-nya. Andaikata bahasa itu tidak arbitrer, sudah barang tentu dapat kita pastikan bahwa sebutan untuk kuda hanya akan ada satu kata dalam bahasa manusia, tidak ada lagi penyebutan kuda, horse, faras dan lain sebagainya, hanya akan ada satu penyebutan.
- Bermakna :Bahasa, sebagai sistem lambang yang berwujud bunyi sudah pasti melambangkan suatu pengertian tertentu. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi tersebut. Karena lambang –lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu memiliki makna.
Contohnya adalah lambang bahasa yang berwujud bunyi “kuda”; lambang ini mengacu pada konsep “sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai”, kemudian konsep tersebut dihubungkan dengan benda yang ada didalam dunia nyata. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa “kuda” merupakan lambang bunyi, “sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai” merupakan konsep dan “kuda” yang ada didalam dunia nyata merupakan wujud dari lambang bunyi tersebut.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[agfss], [ujda], [uvcbb], [dfbg], [nsfdfi] : tidak bermakna = bukan bahasa - Konvensional : Penggunanaan lambang untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Contohnya adalah, adanya kesepakatan dalam masyarakat bahasa Indonesia untuk menyebut suatu benda beroda dua yang dapat dikendarai dengan dikayuh, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi “sepeda”, maka anggota masyarakat bahasa Indonesia “seluruhnya” harus mematuhinya. Jika tidak diapatuhi dan kemudian diganti dengan dengan lambang lain, maka komunikasi antar masyarakat akan terhambat.
Oleh karena itu, jika ke-arbitreran bahasa terletak pada antara lambang-lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka ke-konvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan lambang-lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkan.
- Dinamis : Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia, sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
Karena keterkaitan dan keterikatan manusia dengan bahasa, dan kehidupan manusiapun akan terus berubah dan tidak tetap, maka bahasa-pun menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, tidak statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Perubahan bahasa dapat terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik maupun leksikon. Namun perubahan yang paling terlihat dan paling sering terjadi adalah pada tataran leksikon dan semantik. Hampir setiap saat terdapat kata-kata baru muncul sebagai akibat dari perubahan budaya dan ilmu, atau terdapat kata-kata lama muncul dengan makna baru.
Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu secara otomatis akan bermunculan konsep-konsep baru yang tentunya disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata atau istilah-istilah baru. Kalau-pun kelahiran konsep tersebut belum disertai dengan wadahnya, maka manusia sendiri yang akan meciptakan istilahnya.
Contohnya kata kempa, perigi, dan centang-perenang yang dulu ada dan digunakan dalam bahasa Indonesia kini sudah jarang digunakan lagi bahkan tidak digunakan lagi. Sebaliknya, kata-kata seperti riset, kolusi, ulang-alik yang dulu tidak dikenal, kini sudah biasa digunakan. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
- Unik : Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya
Salah satu keunikkan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis. Maksudnya, kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan, maka makna itu tetap.Yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat.
Kemudian contoh lainnya bahasa Jawa dengan bahasa Sunda, kedua bahasa tersebut mempunyai ciri khas dan keunikan yang berbeda.
- Universal : bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.Tetapi berapa banyak vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan universal. Contohnya bahasa Indonesia pada kata “ rumah “ mulai dari Sabang sampai Merauke pun orang Indonesia tahu tentang arti kata itu.
Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan.Tetapi berapa banyak vocal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan.Bukti dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang maknany kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan itu terbentuk mungkin tidak sama. Kalau pembentukan itu bersifat khas, hanya dimiliki sebuah bahasa maka hal itu merupakan keunikan dari bahasa.Kalau ciri itu dimiliki oleh sejumlah bahasa dalam satu hukum atau satu golongan bahasa, maka ciri tersebut menjadi ciri universal dan keunikan rumpun atau sub rumpun bahasa tersebut.
Ada juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki oleh bahasa-bahasa yang berada dalam satu rumpun atau sub rumpun, atau juga dimiliki oleh sebagian besar bahasa-bahasa yang ada di Dunia ini sebagai ciri setengah universal. Kalau dimiliki oleh semua bahasa yang ada di Dunia ini beru bisa disebut universal.
- Manusiawi : Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
Contohnya saja Hewan tidak memunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi (berupa bunyi dan isyarat) tidak bersifat produktif dan tidak dinamis. Yang dikuasai oleh para hewan seecara instingtif, atau secara naluriah. Sedangkan manusia dalam menguasai bahasa dengan cara belajar. Tanpa belajar manusia tidak akan bisa berbahasa.
Keistimewaan bahasa menusia akan semakin terasa jika dibandingkan dengan komunikasi binatang misalnya. Hal ini dapat ditelusuri dari sejarah evolusi manusia dan evolusi bahasanya, ahli-ahli biologi-pun membuktikan bahwa sistem komunikasi binatang itu sama sekali tidak mengenal ciri ganda bahasa manusia yaitu sistem bunyi dan makna (duality feature).
Sering didengar dalam literatur-literatur yang mengatakan bahwa manusia itu homo loquens (the speaking animal), hewan yang memiliki kemampuan berbahasa. Jika manusia itu hewan yang berbahasa sedangkan bahasa adalah seperangkat kalimat-kalimat yang lazim, sedangkan kalimat lazim dibedakan dari yang tidak lazim dari tata bahasa, maka kesimpulan tentang manusia itu adalah homo grammaticus, yakni hewan yang bertata bahasa.
- Produktif : Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
Keproduktifan bahasa Indonesia dapat juga dilihat pada jmumlah yang dapat dibuat. Dengan kosa kata yang menurut Kamus Besar Huruf Bahasa Indonesia hanya berjumlah lebih kurang 60.000 buah, kita dapat membuat kalimat bahasa Indonesia yang mungkin puluhan juta banyaknya, termasuk juga kalimat-kalimat yang belum pernah ada atau pernah dibuat orang.
Keproduktifan bahasa memang ada batasnya dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam keterbatasan, yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan keterbatasan pada tingkat langue.Keterbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidak laziman atau kebelum laziman bentuk-bentuk yang dihasilkan.Sedangkan pada tingkat langue keproduktifan itu dibatasi karena kaidah atau sistem yang berlaku.
Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
- /i/-/k/-/a/-/t/
- /k/-/i/-/t/-/a/
- /k/-/i/-/a/-/t/
- /k/-/a/-/i/-/t/
- Bervariasi :Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi.
Mengenai variasi bahasa, terdapat tiga istilah yang dipandang perlu untuk diketahui, yaitu idiolek, dialek dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Artinya setiap orang memiliki ciri khas bahasa masing-masing, contohnya adalah bahasa-bahasa penulis seperti Hamka, Andrea Hirata dan lain-lain yang tentu berbeda satu sama lain.
Adapun tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu: - Ideolek : variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Contohnya adalah dialek Banyumas, dialek Surabaya, bahasa Indonesia zaman Balai Pustaka dan sebagainya.
- Dialek : variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
- Ragam : variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal, digunakan ragam bahasa yang disebu dengan ragam baku, untuk situasi yang tidak formal, digunakan ragam yang tidak baku. Begitu pula dapat dilihat dari sisi sarana, terdapat ragam tulisan dan lisan dan masih banyak lagi ragam-ragam lainnya.