BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pengajaran dapat
diartikan sebagai training, instructing, conditioning, and indoctrinating
(pelatihan, penugasan, penyediaan kondisi dan indoktrinasi). Dalam
pelaksanaannya, pengajaran merupakan serangkaian kegiatan yang terpadu antara
pelatihan, penugasan, penyediaan kondisi dan
indoktrinasi dengan komponen
kurikulum, bahan ajar, media, metode, lingkungan, guru dan siswa untuk mencapai
tujuan tertentu. Tujuan pengajaran bahasa adalah meningkatkan potensi siswa
dalam berbahasa. Oleh karena itu, serangkaian kegiatan yang terpadu itu
ditujukan untuk meningkatkan potensi siswa dalam berbahasa. Untuk itu,
pengajaran bahasa Indonesia merupakan serangkaian kegiatan yang terpadu antara
pelatihan, penugasan, penyediaan kondisi dan indoktrinasi dengan komponen kurikulum,
bahan ajar, media, metode, lingkungan serta guru untuk meningkatkan potensi
siswa dalam berbahasa Indonesia. Bagaimana pengajaran bahasa Indonesia
dilaksanakan di Sekolah Dasar (SD)? Artinya: bagaimana tahap-tahap pengajaran
bahasa Indonesia dilaksanakan di Sekolah Dasar? Itulah masalah yang tidak
pernah berakhir pada satu jawaban
yang pasti, namun pengajaran bahasa
Indonesia akan terus berkembang. Untuk pengajaran bahasa Indonesia senantiasa
harus menyesuaikan terhadap setiap perubahan yang ada. Oleh karena itu, guru
harus memiliki wawasan yang memadai agar dapat menyesuaikan terhadap setiap
perubahan yang ada. Dengan demikian, bagaimana pengajaran bahasa Indonesia
dilaksanakan di Sekolah Dasar; dapat segera terjawab.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud tentang pengajaran?
b.
Apa saja model pengembangan pengajaran
bahasa?
c.
Apa saja ciri – ciri Pengajaran Bahasa
Terpadu dan Komunikatif?
1.3 Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui apa itu
pengajaran, model perkembangannya, maupun ciri – ciri pengajaran bahasa terpadu
dan komunikatif agar dalam tahap pengajaran bahasa dapat terlaksa dengan baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
TEORI LANDASAN PENGAJARAN
1. Landasan Pengajaran
Pengertian pengajaran
sudah mengalami pergeseran makna seiring dengan perubahan cara pandang dan
teori landasan yang ada saat ini. Untuk itu, pengertian pengajaran dalam
konteks ini perlu dibatasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga
(2003: 17), arti pengajaran adalah: (1) proses, cara, perbuatan mengajar atau
mengajarkan; (2) perihal mengajar; segala sesuatu mengenai mengajar; (3)
peringatan (pengalaman, pengalaman yang dialami atau dilihatnya) khusus untuk
memperbaiki kesulitan belajar yang dialami murid atausiswa. Arti mengajar adalah memberikan
pelajaran kepada; sedangkan arti pelajaran adalah hal yang dipelajari atau
diajarkan; latihan. Jadi, pengajaran dapat diartikan suatu proses atau cara
mengajar atau mengajarkan sesuatu kepada siswa. Poerwadarminta (1976: 22) menjelaskan
bahwa mengajar atau mengajarkan berasal dari kata ajar yang berarti hal
(barang) apa yang dikatakan kepada orang lain supaya diketahui atau dituruti.
Sedangkan mengajar adalah hal memberi pelajaran atau melatih. Ditinjau dari
konteks pendidikan, pengajaran merupakan serangkaian kegiatan yang
berkesinambungan yang melibatkan sejumlah komponen, antara lain: komponen guru,
siswa, kurikulum, bahan ajar, metode, strategi, media, lingkungan, masyarakat,
pemerintah dan keluarga. Dalam pengajaran di kelas,
kegiatan lebih diarahkan kepada
mengarahkan, membimbing dan memberikan dorongan (motivasi). Untuk itu, peran
guru dalam kegiatan mengajar adalah sebagai pengarah belajar ( director of
learning ), penyedia fasilitas belajar (facilitator of learning ) dan pemberi
motivasi belajar ( motivator of learning ).
Ditinjau dari orientasi
tujuan, Miller dan Seller (1985) membedakan pengajaran menjadi tiga model,
yakni: pengajaran model transmisi, pengajaran model transaksi dan pengajaran
model transformasi. Pada model transmisi, Teori Landasan Pengajaran Bahasa 4 Drs. Dian Indihadi, M.Pd. pengajaran
dipandang sebagai serangkaian kegiatan pewarisan dan pelestarian nilai-nilai
budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada model transaksi,
pengajaran dipandang sebagai kegiatan dialog nilai-nilai budaya dalam suatu generasi.
Pada model transformasi, pengajaran dipandang sebagai kegiatan pembentukan
nilai-nilai budaya dalam suatu generasi. Dalam pengajaran, siswa adalah subjek
kegiatan. Sebagai subjek, siswa harus dikondisikan untuk melakukan serangkaian kegiatan
belajar. Smith (1982) melihat bahwa rangkaian kegiatan itu harus sistematis
untuk menumbuhkan belajar sehingga terjadi perubahan perilaku siswa. Rangkaian
kegiatan itu digunakan untuk mengubah perilaku siswa dari mulai ranah kognisi,
afeksi, psikomotrik sampai ranah apresiasi. Dengan kata lain, pengajaran harus
mampu mengondisikan siswa belajar untuk mengetahui ( learning how to know ),
belajar untuk belajar ( learning how to learn ), belajar untuk mengerjakan
sesuatu (learning how to do ), belajar untuk mengatasi masalah ( learning how
to solve the problems ), belajar untuk hidup bersama ( learning how to live
together ), dan belajar untuk kemajuan kehidupan ( learning how to be ). Itu
dapat dicapai apabila kegiatan pengajaran dikondisikan secara sistematis (Sudjana,
2006). Oleh karena itu, pengajaran dapat dibatasi sebagai suatu proses atau
cara mengajar atau mengajarkan sesuatu kepada siswa. Dalam pelaksanaannya,
pengajaran ditandai oleh serangkaian kegiatan yang sistematis dan
berkesinambungan dengan
melibatkan sejumlah komponen pendukung.
Siswa merupakan subjek kegiatan dalam pengajaran.
2. Pengajaran Bahasa
Pengajaran bahasa dapat
dibatasi sebagai suatu proses atau cara mengajarkan bahasa kepada siswa. Dalam
pelaksanaannya, pengajaran bahasa ditandai oleh serangkaian kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan dengan melibatkan sejumlah komponen pendukung.
Dalam pengajaran tersebut, siswa ditempatkan sebagai subjek kegiatan. Adapun
bahasa ditempatkan sebagai objek untuk diajarkan kepada siswa. Menurut Hidayat
(1987), ada dua faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengajaran
bahasa, yakni: hakikat bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan hakikat proses
belajar bahasa. Artinya, pengajaran bahasa tersebut harus menjawab pertanyaan
“Apa bahan pelajaran yang akan diajarkan? Dan bagaimana proses pengajarannya?”
Ada sejumlah model yang dapat digunakan untuk merumuskan tahap-tahap pengajaran
bahasa. Dengan berlandastumpukan pada model pengajaran yang ada, Anda dapat
mengembangkan tahap-tahap pengajaran bahasa yang sesuai dengan kondisi yang ada
di lapangan (Sekolah Dasar). Dalam kesempatan ini, ada tiga model pengembangan
pengajaran bahasa yang akan dibahas di sini, yakni: Model Sporsky, Model
Ingran, dan Model Mackey secara berurutan, ketiga model itu akan dibahas dalam
sajian berikut.
a. Pengajaran Bahasa Model Sporsky
Pengajaran bahasa
menurut Model Sporsky ditandai oleh serangkaian kegiatan merumuskan
asumsi-asumsi untuk pengajaran bahasa di kelas. Kegiatan itu diawali dengan merumuskan asumsi yang
bersumber dari: (1) hakikat bahasa, (2) hakikat belajar bahasa,dan (3) hakikat
penggunaan bahasa. Hakikat tersebut merujuk kepada sejumlah teori landasan yang
relevan. Hal itu dijelaskan bahwa hakikat bahasa, hakikat penggunaan bahasa dan
hakikat belajar bahasa dapat didasarkan kepada teori bahasa, teori penggunaan
bahasa, teori belajar, dan teori belajar bahasa, serta teori-teori yang lain,
misalnya: teori psikologi, psikolinguistik, sosiolinguistik dan linguistik
umum. Untuk melihat hubungan dari masing-masing teori tersebut, Anda dapat melihat
bagan berikut.
Teori Bahasa :
1.
Teori Belajar Psikologi
2.
Linguistik Umum
3.
Teori Belajar Bahasa
4.
Psikolinguistik
5.
Deskripsi Bahasa
6.
Teori Penggunaan Bahasa
7.
Sosiolinguistik
8.
Pengajaran Bahasa
Menurut model ini,
pengajaran bahasa dikembangkan berdasarkan pertimbangan (asumsi) dari sejumlah
teori landasan. Untuk itu, tahap awal yang perlu dilaksanakan adalah
mempelajari sejumlah teori yang relevan, kemudian merumuskan bahan pelajaran
dan prosedur pengajarannya. Pelaksanaan pembelajaran di kelas merupakan wujud
penerapan dari hasil perumusan di awal kegiatan.
b. Pengajaran Bahasa Model Ingran
Pengajaran bahasa model
Ingran ditandai oleh serangkaian kegiatan merumuskan asumsi-asumsi untuk
kegiatan pengajaran di kelas. Adapun kegiatannya memiliki persamaan dengan
model Sporsky namun model Ingran lebih difokuskan pada perumusan prosedur
pengajaran. Untuk penentuan prosedur pengajaran di kelas, ada sejumlah tahap
yang harus dilampaui. Kegiatan pengajaran diawali dengan merumuskan perencanaan,
misalnya: menentukan silabus, pendekatan, tujuan, metode, teknik serta
metodologi (prosedur pembelajaran). Perumusan hal tersebut didasarkan pada
hasil penelusuran terhadap prinsip-prinsip belajar bahasa serta
mempertimbangkan teori landasan dari ilmu dasar, linguistik, psikolinguistik,
sosiolinguistik, psikologi dan sosiologi. Hubungan dan tahap kegiatan menurut
model ini dapat dijelaskan dalam bagan berikut.
c. Pengajaran Bahasa Model Mackey
Pengajaran bahasa
menurut model Mackey ditandai oleh serangkaian kegiatan merumuskan
asumsi-asumsi dari sejumlah kebijaksanaan yang dijadikan sumber perumusan
asumsi, yakni: (1) kebijaksanaan pemerintah, (2) kebijaksanaan pendidikan, dan
(3) kebijaksanaan bahasa. Dari pertimbangan itu, kegiatan dilanjutkan pada
perumusan kurikulum, metode, bahan ajar dan pengajaran. Untuk melaksanakan
pembelajaran di kelas, guru harus mempertimbangkan kurikulum, metode dan bahan
ajar serta kondisi masyarakat (sosiokultural). Hubungan masing-masing komponen
dalam pengajaran itu dapat dilihat dalam bagan berikut.
Ilmu dasar
Linguistik
Psikolinguistik
Sosiolinguistik
Psikologi
Sosiologi
Pengajaran bahasa dapat
dikembangkan sesuai dengan tuntutan nyata di lapangan. Sebagai pelaksananya,
guru dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian, terutama penyesuaian yang
mempertimbangkan potensi siswa. Menurut Goodman (1986), children born into bilingual
or multilingual settings come to understand all the language of their surroundings
and to speak the ones they need to . Anak (siswa) lahir dalam masyarakat yang
bilingual atau multilingual, ternyata anak memiliki potensi menguasai
bahasa-bahasa yang berada dalam lingkungan mereka selama diberikan kesempatan
untuk menggunakan bahasa-bahasa tersebut. Hal itu dapat terjadi karena, menurut
Halliday (1980), anak terlibat langsung dalam aktivitas berbahasa, yakni:
learning language, learning about language, and learning through language.
Jadi, pengajaran perlu dikembangkan dengan mempertimbangkan sejumlah teori
landasan, asumsi, kondisi masyarakat, kondisi siswa, serta kebijaksanaan yang
dipandang relevan.
Ada kalanya dua atau
lebih pembelajaran dipadukan oleh bahan pembelajaran berupa wacana dengan tema
tertentu. Misalnya pembelajaran (i) mengamati lingkungan, mengajukan pertanyaan
dan menceritakan hasil pengamatan, (ii) membaca dalam hati dan mengajukan atau
menjawab pertanyaan, dan (iii) menggunakan huruf kapital secara tpat dalam kalimat dengan tema lingkungan terpadu
dalam wacana.
Berdasarkan kata kunci
terpadu ditemukan sejumlah ciri – ciri pengajaran bahasa terpadu seperti
berikut:
a.
Terpadu dalam tujuan
b.
Terpadu dalam bahan dengan mata
pelajaran lain
c.
Terpadu dalam kegiatan belajar
d.
Terpadu dalam wadah pembelajaran
Pada hakikatnya, belajar berbahasa
adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pengajaran bahasa yang
menggunakan pendekatan komunikatif diarahkan untuk meningkatkan keterampilan
siswa dalam berkomunikasi. Pengajaran bahasa Indonesia di SD pun menggunakan
pendekatan komunikatif. Karena itu, pembelajaran – pemebelajaran bahasa
Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia baik secara lisan maupun secara tertulis.
Ini berarti, belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi.
Bahasa sebagai bahan kajian disajikan
secara bermakna dan secara fungsional. Yang diajarkan kepada siswa bukan
struktur yang ada dalam angan-angan, melainkan struktur sebagaimana yang
digunakan dalam komunikasi, yakni struktur yang mengait pada konteks wacana
dalam tema tertentu. Konteks itu adalahkonteks yang wajar, konteks yang memang
sungguh terdapat pada interaksi antara penutup yang berkomunikasi, bukan
konteks yang dibuat-buat demi pembelajaran struktur tertentu. Ini berarti,
pengajaran bahasa berlangsung secara konstekstual.
Bahasa bukan mewakili
sturktur saja tetapi juga mana yang terkandung didalamnya.Pengajaran bahasa
komunikatif sangat mementingkan makna dari pada struktur bahasa.Ini tidak
berarti struktur bahasa tidak diperhatikan atau mementingkan sama sekali.
Pengajaran bahasa komunikatif menganjurkan bahwakesan berbahasa lisan dan
tertulis dimulai sejak dini, kelas satu, dan kelas dua SD.
Apabila diperhatikan
dengan cermat pembelajaran bahasa yang ada dalamGBPP Mata Pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia Sekolah Dasar semuanya berupa kegiatan siswa. Dalam belajar
berbahasa siswa harus ikut terlibat, ikut melakukan, turut melaksanakan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Latihan seperti: bermain peran,
bercerita, bercakap – cakap, berdiskusi, bertelepon, da berwawancara, dan lain
– lain sangat baikuntuk meningkatkan keterampilan berbahasa sebagai basis
kemampuan berkomunikasi. Harus diingat latihan itu tidak boleh memberatkan
siswa.
Dalam kegiatan belajar
bahasa, siswa melakukan kesalahan dalam pelafalan, intonasi, pilihan kata,
struktur kata, dan kalimat. Hal itu adalah hal yang lumrah karena kesalahan
berbahasa merupakan bagian integral dari proses belajar bahasa.
GBPP Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia, Kurikulum 1994 menganut prinsip keanekaan dalam penentuan
sumber belajar siswa. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa guru bukan
satu – satunya sumber belajar siswa. Sumber belajar siswa guru dapat dari
berbagai sumber lain.
Sumber belajar siswa
dapat digunakan sumber – sumber berikut ini.
a)
Buku – buku :
~
Buku – buku pelajaran yang diwajibkan
atau buku paket
~
Buku pelajaran yang pernah dipakai dan
masih relevan
~
Buku pelengkap yang disyahkan oleh
departemen
~
Buku bacaan
~
Bunga rampai
~
Kamus
~
Ensiklopedia
b)
Media Cetak :
~
Surat kabar
~
Majalah
c)
Media Elektronika :
~
Radio
~
Kaset
~
Televisi
~
Video
d)
Lingkungan :
~
Alam
~
Sosial
~
Budaya
e)
Narasumber
f)
Pengalaman dan Minat Anak
g)
Hasil Karya Siswa
Paling
sedikit ada tujuh ciri – ciri pengajaran bahasa komunikatif yang tersirat dalam
uraian tersebut
diatas. Ketujuh ciri – ciri pengajaran bahasa komunikatif dapat disimpulkan
seperti berikut :
a.
Pembelajaran bahasa adalah belajar
berkomunikasi
b.
Pembelajaran bahasa berlangsung secara
kontekstual dan fungsional
c.
Makna lebih dipentingkan daripada
struktur bahasa
d.
Kegiatan berbahasa lisan dan tulisan
dapat dimulai sejak kelas 1 dan 2 SD
e.
Cara belajar aktif
f.
Kesalahan berbahasa adalah bagian dari
proses belajar
g.
Keanekaan sumber belajar.
Dari
frasa pengajaran bahasa terpadu ditemukan ada empat ciri – ciri pengajaran
bahasa terpadu. Dari frasa pengajaran komunikatif ditemukan tujuh ciri – ciri
pengajaran bahasa komunikatif. Kesimpulannya, ciri – ciri pengajaran dan
komunikatif ada sebelas butir seperti tertulis berikut.
Ciri – ciri Pengajaran Bahasa
Terpadu dan Komunikatif
1.
Terpadu dalam tujuan
2.
Terpadu dalam bahan dengan mata
pelajaran
3.
Terpadu dalam kegiatan belajar
4.
Terpadu dalam wadah pembelajaran
(Tematis)
5.
Belajar bahasa adalah belajar
berkomunikasi
6.
Pembelajaran bahasa berlangsung secara
kontekstual dan fungsional
7.
Makna lebih dipentingkan dan pada
struktur bahasa
8.
Membaca dan menulis dapat dimulai sejak
dini
9.
Cara belajar aktif
10.
Kesalahan berbahasa adalah bagian dari
proses belajar
11.
Keanekan sumber belajar
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengajaran dapat diartikan pelatihan, penugasan,
penyediaan kondisi, dan indoktrinasi untuk tujuan tertentu. Dalam
pelaksanaannya, pengajaran merupakan serangkaian kegiatan yang terdapat antara
pelatihan, penugasan, penyediaan kondisi dan indoktrinasi dengan komponen
kurikulum, bahan ajar, metode, media, lingkungan, guru, siswa serta masyarakat
untuk mencapai tujuan tertentu.
Pengajaran bahasa ditujukan untuk meningkatkan
potensi (kemampuan) siswa
dalam
menguasai suatu bahasa, baik secara lisan ataupun secara tertulis. Untuk
pengajaran bahasa Indonesia, siswa diharapkan untuk menguasai bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, pengajaran bahasa Indonesia dapat dipandang sebagai
serangkaian kegiatan yang terpadu antara pelatihan, penugasan, penyediaan
kondisi dan indoktrinasi dengan komponen kurikulum, bahan ajar, metode, media,
lingkungan, guru, siswa serta masyarakat untuk peningkatan potensi siswa dalam
menguasai bahasa Indonesia baik secara lisan ataupun tulisan.
Agar pengajaran dapat mencapai tujuan secara
optimal, ada sejumlah tahap pengajaran yang harus dirumuskan lebih awal. Agar
perumusan itu dapat menghasilkan serangkaian teori landasan pengajaran bahasa
dan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua yang harus
dipertimbangkan. Oleh karena itu, tahap-tahap pengajaran bahasa Indonesia dapat
dirumuskan setelah seseorang memiliki pengetahuan tentang teori landasan
pengajaran bahasa dan teori pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Anda sudah mempelajari materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini, maka
anda sudah memiliki teori landasan pengajaran bahasa kedua dan pengajaran
bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Dengan berlandas tumpukan pada teori
landasan tersebut, anda dapat merumuskan tahap-tahap pengajaran bahasa
Indonesia untuk dipraktikkan di Sekolah Dasar.
DAFTAR
PUSTAKA
Tarigan Djago dkk. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah. Jakarta : Universitas terbuka.