HUBUNGAN ANTARAPERKEMBANGAN DENGAN BELAJAR
(PERKEMBANGAN PSIKO-FISIK SISWA)
PERKEMBANGAN PSIKO-FISIK SISWA
Perkembangan ialah proses
perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsiorgan jasmaniah,
perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.
Menurut Reni Akbar Hawadi (2001), perkembangan secara
luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki
individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru.
Perkembangan pada prinsipnya merupakan rentetan
perubahan jasmani dan rohani (fisio-psikis) manusia yang menuju ke arah
yang lebih maju dan sempurna. Proses-proses perkembangan yang berkaitan dengan
kegiatan belajar diantaranya:
1. Motor
Development (Perkembangan Motor) Siswa
Dalam psikologi, motor digunakan sebagai istilah yang
menunjuk pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan pada otot-otot dan
gerkan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya. Dapat pula dipahami
sebagai segala keadaan yang menigkatkan atau menghasilkan stimulasi /
rangsangan terhadap organ-organ fisik. Motor Development (perkembangan motor)
merupakan perkembangan progresif dan berhubungan dengan aneka ragam
keterampilan fisik anak (motor skills).
Keterampilan motorik (Motor skill). Orang yang
memiliki keterampilan motorik mampu melakukan suatu gerak-gerik jasmani dalam
urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai
anggota badan secara terpadu.
Faktor-faktor yang mendorong perkembangan motor
skills yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam
mengarahkannya, yaitu:
a. Pertumbuhan dan
perkembangan sistem syaraf
Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya
membuat intelegensi anak meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola
tingkahlaku baru. Semakin baik perkembangan system syaraf seorang anak akan
semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola tingkah laku yang dimikinya
b. Pertumbuhan otot-otot
Penigkatan tonus (tegangan otot) anak dapat
menimbulakan perubahan dan penigkatan aneka ragam kemampuan dan kakuatan
jasmaninya. Pendayagunaan otot-otot tersebut tergantung pada kualitas pusat
system syaraf dalam otaknya
c. Perkembangan
dan pertumbuhan fungsi kelenjar-kelenjar endoktrin (endocrine glands).Kelenjar endokrin secara umum merupakan kelenjar dalam
tubuh yang memproduksi dalam hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam
tubuh melalui aliran darah. Lawan endokrin adalah eksokrin (excocrine)
yang memiliki pembuluh tersendiri untuk meyalurkan hasil sekresinya (proses
pembuatan cairan atau getah)seperti kelenjar ludah (Gleitman, 1987). Perubahan
fungsi kelenjar akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku
seorang remaja terhadap lawan jenisnya.
d. Perubahan struktur
jasmani
Pengaruh Perubahan fisik seseorang juga tampak pada
sikap dan perilaku terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri
mengubah konsep diri (self concept) siswa tersebut. Self concept
ialah totalitas sikap dan presepsi seseorang terhadap dirinya sendiri.
2. Cognitive
Development (Perkembangan Kognitif) Siswa
Cognitive berasal dari kata cognition yang
pandannya Knowing, berarti mengetahui, dalam arti yang luas cognition
ialah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan (Neiser, 1976).
Kognitif adalah perkembangan fungsi intelektual atau
proses perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak.
Istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu
domain atau wilayah/ ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku
mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecah masalah, kesenjangan, dan keyakinan. Aktivitas ranah kognitif juga
mempengaruhi bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor
dan kapasitas sensori. Aktifitas ranah kognitif manusia itu pada prinsipnya
sudah berlangsung sejak masa bayi, yakni rentang kehidupan antara 0-2 tahun.
Ranah Kognitif (cognitive domain) menurut Bloom
Dan Kawan-Kawan adalah:
a. Pengetahuan: Mencakup ingatan akan
hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan
b. Pemahaman: mencakup pengetahuan untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari
c. Penerapan: mencakup kemampuan untuk
menagkap kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus/ problem yang konkret atau
baru
d. Analisis: mencakup kemampuan untuk merinci
suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga setruktur keseluruhan atau
organisasinya dapat dipahami dengan baik
e. Sintesis: mencakup kemampuan untuk membentuk
suatu kesatuan atau pola baru
f. Evaluasi: mencakup
kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai suatu atau beberapa hal,
bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria
tertentu.
Sedangkan perkembangan kognitif, menurut Jeen Piaget,
pakar disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak mengklasikasikan
perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan, yaitu:
Makalah Teori Piaget dan Penerapannya dalam Pembelajaran di SD
a. Tahap Sensori-Motor (0 – 2
tahun)
Pada umumnya bayi yang berusia dibawah usia 18 bulan,
belum memiliki Object permanence. Artinya benda apapun yang tidak ia
lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar selalu dianggap tidak ada meskipun
sesungguhnya benda itu ada ditempat lain.
Ketika seorang bayi berinteraksi dengan lingkungannya,
ia akan mengasimilasi sekema sensori motor sedemikian rupa dengan mengarahkan
kemampuan akomodasi yang ia miliki hingga mencapai ekuilibrium yang memuaskan
kebutuhannya.
Pada fase ini aktivitas kognitif didasarkan pada
pengalaman langsung dari panca indra.
b. Tahap Praoperasional (2 – 7 tahun)
Pada tahap ini anak akan merepresentasikan dengan
kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gamabar-gambar ini menunjukan adanya
penigkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi dan sensor dan
tindak fisik. Perkembangan ini bermula ketika anak telah memiliki penguasaan
sempurna mengenai object permanence.
object permanence (ketetapan adanya benda)
adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut dengan representation
atau mental representation (gambaran mental). Representation adalah
sesuatu yang mewakili atau menjadi symbol atau wujudnya sesuatu yang lainnya.
Representasi mental merupakan bagian penting dari sekema kognitif yang
memungkinkan anak berpikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau
kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada diluar pandangan,
pendengaran, atau jangkauan tangannya.
Represntasi mental juga memungkinkan anak untuk
mengembangkan deferred-imitation (peniruan yang tertunda), yakni
kapasitas menerima perilaku orang lain yang sebelumnya pernah ia lihat untuk
merespon lingkungan. Perilaku-perilaku yang ditiru terutama
perilaku-perilaku orang lain (khususnya orang tua dan guru) yang pernah ia
lihat ketika orang itu merespon barang, orang, keadaan, dan kejadian yang
dihadapi pada masa lampau. Seiring munculnya kapasitas deferred imitation,
muncul pula gejala Insight-learning, yakni gejala belajar berdasarkan
tilikan akal.
Sekema kognitif anak yang masih terbatas itu ialah
bahwa pengamatan dan pemahaman anak terhadap situasi lingkungan yang ia
tanggapi sangat ditanggapi oleh watak egocentrism. Maksudnya anak
tersebut belum bisa memahami pandangan-pandangan orang lain yang berbeda dengan
pandangannya sendiri. Gejala ini disebabkan masih terbatasnya conservation (koservasi/
pengekalan) yakni operasi kognitif yang berhubungan dengan pemahaman anak
terhadap aspek dan dimensi kuantitatif materi lingkungan yang ia respon.
c. Tahap konkret operasional
(7 – 11 tahun)
Anak saat ini dapat berfikir seara logis tentang
peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam
bentuk-bentuk yang berbeda. Pada fase ini bentuk aktivitas dapat ditentukan
dengan peraturan yang berlaku dan anak masih berpikir harfiah sesuai dengan
tugas-tugas yang diberikannya.
Pada tahap konkret operasional terdapat system operasi
kognitif yang meliputi:
1). Conservation
Conservation (konservasi/ pengekalan)adalah kemampuan
anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah.
2). Addition of classes
Addition of class(penambahan
golongan benda) yakni kemampuan anak dalam memahami cara mengombinasikan
beberapa golonagan benda
3). Multiplication of
classes
Multiplication of classes(pelipat
gandaan golongan benda), yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan
mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda.
d. Tahap formal
operasional (11 – 15 tahun)
Pada fase ini, anak telah mampu mengembangkan
pola-pola berpikir formal, mampu berpikir logis, rasional, dan bahkan abstrak.
Mampu menangkap arti simbolis, kiasan dan menyimpulkan suatu berita dan
sebagainya.
3. Social
and Moral Development
Social And Moral Development (perkembangan
sosial dan moral) siswa adalah proses perkambangan mental yang berhubungan
dengan perubahan-perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau
orang lain, baik sebagai individu maupun sebagi kelompok.
Sedangkan menurut Bruno (1987) perkembangan sosial
merupakan proses pembentukan social-self (pribadi dalam masyarakat),
yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa dan seterusnya. Dan Perkembangan
sosial hampir dapat dipastikan sama dengan perkembangan moral, sebab perilaku
moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial.
a. Perkembangan
social dan masyarakat versi piaget dan Kohlberg
Piaget dan Kohlberg menekankan bahwa pemikiran moral
seorang anak, terutama ditentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya.
Sementara itu, lingkungan social adalah pemasok materi mentah yang akan diolah
oleh ranah kognitif anak tersebut secara aktif.
Teori dua tahap perkembangan moral versi piaget, yang
antara tahap pertama dan kedua diselingi dengan masa transisi, yaitu;
1. Realisme Moral,
(dalam tahap perkembangan kognitif pra-operasional) yang berlangsung pada usia
4-7 tahun dengan cirri khas: memusatkan pada akibat-akibat perbuatan,
aturan-aturan dipandang tak berubah, dan hukum atas pelanggaran bersifat
otomatis
2. Masa Transisi,
(dalam tahap perkembangan konkret-operasional) yang berlangsung pada usia 7-10,
memiliki cirri khas: perubahan secara bertahap kearah pemikiran moral tahap ke
dua.
3. Otonomi, Realisme
dan resiprositas moral, (dalam tahap perkembangan kognitif
formal-operasional), berlangsung pada usia 11- tahun keatas, dan memiliki cirri
khas: mempertimbangkan tujuan-tujuan perilaku moral dan menyadari bahwa aturan
moral adalah kesepakatan tradisiyang dapat berubah.
Adapun menurut Kohlberg, perkembangan social dan moral
manusia itu terjadi dalam tiga tingkatan besar, yakni;
1. Tingkat moralitas Prakonvensional,
yaitu ketika manusia berada dalam perkembangan prayuwana (usia 4-10 tahun)
yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi social. Yang mengalami
dua tahap perkembangan yaitu; memperhatikan ketaatan dan hukum dan
memperhatikan pemuasan kebutuhan
2. Tingkatan moralitas konvensional,
yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana
(usia 10-13 tahun) yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi
sosial. Mengalami dua tahap perkembangan; memperhatikan citra “anak baik” dan
memperhatikan hukum dan peraturan
3. Tingkatan moralitas pasca
konvensional, yaitu ketika manusia memasuki fase perkembangan yuwana dan
pasca yuwana (usia 13 tahun ke atas)yang memandang lebih dari sekedar
kesepakatan tradisi sosial. Tingkatan ini juga mengalami dua tahap perkembangan
yaitu; memperhatikan hak perseorangan dan memperhatikan prinsip-prinsip etik.
b. Perkembangan social
dan moral versi teori belajar
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral
siswa ditekankan perlunya Conditioning (pembiasaan merespon) dan
Imitation (peniruan).
Conditioning. Menurut prinsip-prinsip kondisioning, prosedur belajar
dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral, pada dasarnya sama dengan dengan
prosedur belajar dalam mengembangkan prilaku-perilaku lainnya, yakni dengan
reward (ganjaran/ member hukuman) dan punishment (hukuman/ member hukuman)
Imitation. Prosedur lain yang juga penting dan menjadi bagian yang
integral dengan prosedur-prosedur belajar menurut teori belajar Social
learning, yaitu proses imitasi atau peniruan
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Muhibbin Syah. 2011. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rajawali Pers
W.S. Winkel. 1996. Psikologi pengajaran. Jakarta:
Grasindo
Zulkifli L. 2005. Psikologi Perkembangan.
Bandung: Remaja Rosdakarya
http://peperonity.com/go/sites/mview/saifulalimurtadlo/27442956