Masa remaja merupakan salah satu
fase dari perkembangan individu yang terentang sejak anak masih dalam kandungan
sampai dengan meninggal. Masa remaja memiliki ciri yang berbeda dengan masa
sebelum atau sesudahnya, sehingga masa remaja menjadi menarik untuk
dibicarakan. Usia masa remaja dimulai pada usia 11 tahun sampai dengan 18
tahun.
Problem sosial yang sering muncul
pada masa ini adalah remaja lebih berkelompok dalam sebuah “gang” dimana rasa
solidaritas remaja dituntut di dalam “gang” tersebut. Selain itu remaja juga
cenderung merasa ingin untuk diperhatikan oleh orang lain dengan cara
menonjolkan diri dan menaruh perhatian kepada orang lain. Dan juga remaja juga
sering untuk menerima aturan serta berusaha menentang otoritas untuk urusan
pribadinya.
Masa remaja seringkali dihubungkan
dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut
dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas
ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari
tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi
pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Di Indonesia masalah “kenakalan
remaja” dirasa telah mencapai tingkat meresahkan masyarakat.
Kondisi ini memberi dorongan kuat kepada pihak-pihak yang bertanggung-jawab
mengenai masalah ini, baik kelompok edukatif dan di lingkungan sekolah,
kelompok yuridis dan lawyer di bidang penyuluhan dan penegakan hukum,
pimpinan/tokoh masyarakat di bidang pembinaan kehidupan kelompok maupun
pemerintah sebagai pembentuk kebijaksanaan umum dalam pembinaan, penciptaan dan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Faktor lain yang tidak dapat
dikesampingkan adalah peranan masyarakat dan keluarga di dalam menunjang hal
ini.
Menurut Soedjono Dirdjosiswono, di
negara-negara yang telah maju, ada dua sistem untuk menanggulangi kejahatan
yang dilakukan oleh para “remaja”, yakni cara
moralistik dan cara abolisionistik. Kalau cara moralistik dilaksanakan dengan
penyebarluasan ajaran-ajaran agama dan moral, perundang-undangan yang baik dan
sarana-sarana lain yang dapat menekan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sedangkan
cara abolisionistik, berusaha memberantas, menanggulangi kejahatan dengan
sebab-musababnya.
Sejalan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang
berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap
fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil
diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan
penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga
akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada
fase berikutnya.
Pada usia remaja, tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan yang
baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.
Mencapai
peran sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima
keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai kemandirian
secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian
untuk mandiri secara ekonomi
6.
Memilih
pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan
kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai
warga negara
9.
Menginginkan
dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.
Memperoleh
rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku
(Havighurst
dalam Hurlock, 1973).
Tidak semua
remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik.Menurut
Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi
tugas-tugas tersebut, yaitu:
1. Masalah
pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di
rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan
nilai-nilai.
2. Masalah
khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada
remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih
sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman
(dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu
berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan
sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan
mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk
menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan
somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan
bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang
sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan
remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat
mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan
emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann,
1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan
remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala
sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu
banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk
hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya
timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas
memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini.
Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah
dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan
timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau
ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam
delinkuensi.
A.
Problematika
Kutub Keluarga( Rumah Tangga)
Dalam
berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni
keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi
berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan
dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para
ahli, antara lain:
a. Keluarga
tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
b. Kesibukan
orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c. Hubungan
interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d. Substitusi
ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada
kejiwaan (psikologis).
B.
Problematika Kutub Sekolah
Kondisi
sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik,
yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk
berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a.
Sarana
dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b. Kuantitas
dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c.
Kualitas
dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d. Kesejahteraan
guru yang tidak memadai
e. Kurikilum
sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
C. Problematika Kutub Masyarakat(Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial
yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi
anak/remaja untuk berperilaku menyimpang.Faktor
Kerawanan Masyarakat (Lingkungan) berupa:
a. Tempat-tempat
hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
b.
Peredaran
alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
c. Pengangguran
d. Anak-anak
putus sekolah/anak jalanan
e. Wanita
tuna susila (wts)
f.
Beredarnya
bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan
kekerasan
g. Perumahan
kumuh dan padat
h. Pencemaran
lingkungan
Anak “remaja”
sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan
lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah
akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang
sering menimbulkan ketegangan, seperti persaingan dalam perekonomian,
pengangguran, mass media dan fasilitas rekreasi.
Di kalangan
masyarakat sudah sering terjadi kejahatan seperti : pembunuhan, penganiayaan,
pemerkosaan, pemerasan, gelandangan dan pencurian. Kajahatan-kejahatan tersebut
dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang beraneka ragam, terdiri dari
orang lanjut usia, orang dewasa dan anak “remaja”. Baik
anak “remaja” keinginan untuk berbuat jahat
kadang-kadang timbul karena bacaan, gambar-gambar dan film.