Disusun Oleh :
Kelompok 6
Dyah Frizka I. (12120359)
Nilas Novita Rosi (12120388)
Nidaul Khusna (12120395)
Ary Zuqnil Fauza (12120405)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe
atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai
tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas
belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model
Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar.
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah
banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari
tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa
metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan
tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua
teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan
teori kognitif.
Teknik mengajar Jigsaw
sebagai metode pembelajaran kooperatif bisa digunakan dalam pengakaran membaca,
menulis, mendengarkan ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan
membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara sehingga dapat digunakan dalam
beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas / tingkatan. Kunci
tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang
memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki
tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk
mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana komponen Pembelajaran
Kooperatif Metode STAD?
2. Bagaimana pembelajaran Teams-Games-Tournaments (TGT)?
3. Bagaimana
komponen pembelajaranJigsaw?
C.
TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Untuk memahami
pembelajaran STAD.
2. Untuk
mengetahui bagaimana pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
3. Untuk mengetahui komponen pembelajaranJigsaw.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Student Team-Achievement Divisions(STAD)
1.
Pengertian
Metode yang dikembangkan oleh Slavin ini
melibatkan “kompetensi” antar kelompok. Siswa dikelompokkan secara beragam
berdasarkan kemampuan, gender, ras dan etnis. Pertama-tama, siswa mempelajari
materi bersama dengan teman-teman satu kelompoknya, kemudian mereka diuji
secara individual melalui kuis-kuis. (Slavin. 1997:
21)
Perolehan nilai kuis setiap anggota
menentukan skor yang diperoleh oleh kelompok mereka. Jadi, setiap anggota harus
berusaha memperoleh nilai maksimal dalam kuis jika kelompok mereka ingin
mendapatkan skor yang tinggi. Slavin menyatakan bahwa metode STAD ini dapat
diterapkan untuk beragam materi pelajaran, termasuk sains, yang didalamnya
terdapat unit tugas yang hanya memiliki satu jawaban yang benar.
2.
Lima
Komponen Utama Pembelajaran Kooperatif Metode STAD
Menurut (Slavin. 1997: 21)
ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
a. Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan
penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan
presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari
materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok
untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.
b. Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok menjadi hal yang
sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja
kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan.
Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota
kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk
mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok
yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa
dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu
mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam
satu kelompok, walaupun ini tidak
berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya.
c. Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual
setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta
berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan
mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan
kelompok.
d. Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual
berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung
berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes
yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pre-tes yang dilakukan oleh guru
sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD.
e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan
dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama
belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika
dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan
ini tergantung dari kreativitas guru.
3.
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Model STAD
Menurut Maidiyah (1998:
7-13) langkah-langkah pembelajaran kooperatif metode STAD adalah sebagai
berikut:
a.
Persiapan
STAD
1.
Materi
Materi pembelajaran
kooperatif metode STAD dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara
kelompok. Sebelum menyajikan materi pembelajaran, dibuat lembar kegiatan
(lembar diskusi) yang akan dipelajari kelompok kooperatif dan lembar jawaban
dari lembar kegiatan tersebut.
2.
Menetapkan siswa dalam
kelompok
Kelompok siswa merupakan
bentuk kelompok yang heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa yang
terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Bila
memungkinkan harus diperhitungkan juga latar belakang, ras dan sukunya. Guru
tidak boleh membiarkan siswa memilih kelompoknya sendiri karena akan cenderung
memilih teman yang disenangi saja. Sebagai pedoman dalam menentukan kelompok
dapat diikuti petunjuk berikut (Maidiyah, 1998:7-8):
3.
Merangking siswa
Merangking siswa berdasarkan
hasil belajar akademiknya di dalam kelas. Gunakan informasi apa saja yang dapat
digunakan untuk melakukan rangking tersebut. Salah satu informasi yang baik
adalah skor tes.
4.
Menentukan jumlah kelompok
Setiap kelompok sebaiknya
beranggotakan 4-5 siswa. Untuk menentukan berapa banyak kelompok yang dibentuk,
bagilah banyaknya siswa dengan empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya
ada 42 siswa, berarti ada delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa dan
dua kelompok yang beranggotakan lima siswa. Dengan demikian ada sepuluh
kelompok yang akan dibentuk.
5.
Membagi siswa dalam kelompok
Dalam melakukan hal ini,
seimbangkanlah kelompok- kelompok yang dibentuk yang terdiri dari siswa dengan
tingkat hasil belajar rendah, sedang hingga hasil belajarnya tinggi sesuai
dengan rangking. Dengan demikian tingkat hasil belajar rata- rata semua
kelompok dalam kelas kurang lebih sama.
6.
Mengisi lembar rangkuman kelompok
Isikan nama-nama siswa dalam
setiap kelompok pada lembar rangkuman kelompok (format perhitungan hasil
kelompok untuk pembelajaran kooperatif metode STAD).
7.
Menentukan Skor Awal
Skor awal siswa dapat
diambil melalui Pre Test yang dilakukan guru sebelum pembelajaran kooperatif
metode STAD dimulai atau dari skor tes paling akhir yang dimiliki oleh siswa.
Selain itu, skor awal dapat diambil dari nilai rapor dengan latihan-latihan
kerja sama kelompok. Hal ini merupakan siswa pada semester sebelumnya.
8. Kerja sama kelompok Sebelum
memulai pembelajaran kooperatif
Sebaiknya diawali kesempatan
bagi setiap kelompok untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan dan saling
mengenal antar anggota kelompok.
9. Jadwal Aktivitas
STAD terdiri atas lima
kegiatan pengajaran yang teratur, yaitu penyampaian materi pelajaran oleh guru,
kerja kelompok, tes penghargaan kelompok dan laporan berkala kelas.
4.
Kebaikan dan Kelemahan Pembelajaran
Kooperatif tipe STAD
Kebaikan dan Kelemahan Model
Pembelajaran Kooperatif Metode STAD Setiap model pembelajaran mempunyai
kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan cooperative learning. Menurut Slavin dalam Hartati (1997:21) cooperative learning mempunyai kelebihan
dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan:
a. Dapat mengembangkan prestasi
siswa, baik hasil tes yang dibuat guru maupun tes baku.
b. Rasa percaya diri siswa meningkat, siswa
merasa lebih terkontrol untuk keberhasilan akademisnya.
c. Strategi kooperatif
memberikan perkembangkan yang berkesan pada hubungan interpersonal di antara
anggota kelompok yang berbeda etnis.
Keuntungan jangka panjang
yang dapat dipetik dari pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004:115-116)
adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian.
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen.
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.
f. Membangun persahabatan yang dapat berkelanjutan hingga masa
dewasa.
g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dapat dipraktekkan.
h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
i. Meningkatkan kemampuan
memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang
lain yang dirasakan lebih baik.
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan
orientasi tugas.
Sedangkan keuntungan model pembelajaran kooperatif metode STAD
untuk jangka pendek menurut Soewarso (1998:22) sebagai berikut :
a. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa mempelajari isimateri
pelajaran yang sedang dibahas.
b. Adanya anggota kelompok
lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapat nilai rendah, karena dalam tes
lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.
c. Pembelajaran kooperatif
menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang
lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama.
d. Pembelajaran kooperatif
menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan
memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
e. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan
bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
f. Siswa yang lambat berpikir
dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuan.
g. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk
memonitor siswa dalam belajar bekerja sama
Menurut Slavin dalam Hartati (1997 : 21) Cooperative learning mempunyai kekurangan sebagai berikut:
a. Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan
keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan
tampak macet.
b. Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari
empat, misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan
kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka
kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya membonceng dalam
penyelesaian tugas.
c. Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang
timbul secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.
Selain di atas,
kelemahan-kelemahan lain yang mungkin terjadi menurut Soewarso (1998:23) adalah
bahwa pembelajaran kooperatif bukanlah obat yang paling mujarab untuk
memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil, adanya suatu
ketergantungan, menyebabkan siswa yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar
mandiri. Dan juga pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga
target mencapai kurikulum tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi
pelajaran secara cepat, serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan
pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.
B. Teams-Games-Tournaments(TGT)
1.
Gambaran
Mengenai Team Games Tournament (TGT)
Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament(TGT)telah digunakan
dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar
tujuan pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar,
seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta
konsep IPA.
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe
atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai
tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang
dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan
siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Teams games tournament
(TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini
merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas
terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa
yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya.
Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam
setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu,
TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa
bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja
akademik mereka yang lalu.
2. Kelompok Kecil dalam Teams Games Tournament
Pendekatan yang digunakan
dalam TeamsGamesTournament adalah pendekatan
secara kelompok yaitu dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam
pembelajaran. Pembentukan kelompok kecil akan membuat siswa semakin aktif dalam
pembelajaran. Ciri dari pendekatan secara berkelompok dapat ditinjau dari segi.
1.
Tujuan Pengajaran dalam Kelompok Kecil yaitu :
a. Memberikesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah secara rasional.
b. Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong
royong.
c. Mendinamisasikan kegiatan
kelompok dalam belajar sehingga setiap kelompok merasa memiliki tanggung jawab.
d. Mengembangkan kemampuan
kepemimpinan dalam kelompok tersebut (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
2.
Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Agar kelompok kecil dapat
berperan konstruktif dan produktif dalam pembelajaran diharapkan :
a. Anggota kelompok sadar diri
menjadi anggota kelompok.
b. Siswa sebagai anggota
kelompok memiliki rasa tanggung jawab.
c. Setiap anggota kelompok
membina hubungan yang baik dan mendorong timbulnya semangat tim.
d. Kelompok mewujudkan suatu
kerja yang kompak
(Dimyati dan Mundjiono, 2006).
3.
Peranan Guru dalam Pembelajaran Kelompok yaitu :
a. Pembentukan kelompok.
b. Perencanaan tugas kelompok.
c. Pelaksanaan.
d. Evalusi hasil belajar
kelompok.
4.
Komponen dan Pelaksanaan Team Game Tournament dalam Pembelajaran
Ada lima komponen utama
dalam TGT,yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru
menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran
langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian
kelas ini , siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang
diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri
atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri atas
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat
siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan
mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab
benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
4. Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian.
Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1, terbesar kedua sebagai chalennger 1,
terbesar ketiga sebagai chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan
kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor
terendah sebagai reader2. Reader
1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama.Chalenger 1tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1apabila menurut chalenger
1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2
tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut
chalenger 2 salah. Chalenger 3
tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader1, chalenger 1, chalenger 2
menurut chalenger 3 salah. Reader 2tugasnya adalah membacakan
kunci jawaban.Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua.Posisi peserta berubah
searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader1, chalenger 2 menjadi
chalenger 1, challenger3 menjadi chalenger 2, reader 2 menjadi chalenger 3 dan
reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang
disediakan guru.
5. Penghargaan kelompok (team
recognise)
Guru kemudian mengumumkan
kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah
apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Kriteria ( Rerata Kelompok ) | Predikat |
≥ 45 | Super Team |
40 – 45 | Great Team |
30 – 40 | Good Team |
5.
ImplementasiModel Pembelajaran TGT
Dalam pengimplementasian
yang hal yang harus diperhatikan yaitu.
1. Pembelajaran terpusat pada siswa.
2. Proses
pembelajaran dengan suasana berkompetisi.
3. Pembelajaran
bersifat aktif ( siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan).
4.Pembelajaran
diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim.
5. Dalam
kompetisi diterapkan sistem poin.
6.Dalam
kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam
kinerja akademik.
7. Kemajuan
kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan
secara mingguan.
8.Dalam
pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal.
9. Adanya
sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak.
6.
Kelemahan dan Kelebihan Model
Pembelajaran TGT
Kelebihan dan Kelemahan
Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament
(TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10).
Kelebihan dari pembelajaran
TGT antara lain :
a. Lebih meningkatkan
pencurahan waktu untuk tugas.
b. Mengedepankan penerimaan
terhadap perbedaan individu.
c. Dengan waktu yang sedikit
dapat menguasai materi secara mendalam.
d. Proses belajar mengajar
berlangsung dengan keaktifan dari siswa.
e. Mendidik siswa untuk
berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
f. Motivasi belajar lebih tinggi.
g. Hasil belajar lebih baik.
h.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Sedangkan kelemahan TGT
adalah:
1. Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan
siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan
dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam
menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa
cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat
diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2. Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang
terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi
kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai
kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada
siswa yang lain.
C.
JIGSAW (JIG)
Metode
Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson (1975). Metode ini memiliki dua
versi tambahan, Jigsaw II (Slavin,1989) dan Jigsaw III (Kagan,1990). Dalam
metode Jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri 5
anggota. Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari
materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap
kelompok ini, masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagian yang
berbeda dari informasi tersebut. Misalnya, jika kelompok A diminta mempelajari
informasi tentang struktur tumbuhan, maka 5 orang anggota didalamnya harus
mempelajari bagian-bagian yang lebih kecil dari struktur tumbuhan, seperti
batang, daun, akar.
Setelah
mempelajari informasi tersebut dalam kelompoknya masing-masing,setiapanggota yang mempelajari bagian-bagian ini berkumpul dengan anggota-anggota
dari kelompok-kelompok lain yang juga menerima bagian materi yang sama. Jika
anggota 1 dala kelompok A mendapatkan tugas mempelajari akar, maka ia harus
berkumpul dengan siswa 2 dalam kelompok B dan siswa 3 dalam kelompok C (begitu
pula seterusnya) yang mendapat tugas mempelajari batang. Perkumpulan siswa yang
memiliki yang memiliki bagian informasi yang sama ini dikenal dengan istilah
“kelompok ahli” (expert group). Dalam
kelompok ahli ini, masing-masing siswa saling berdiskusi dan mencari cara
terbaik bagaimana menjelaskan bagian informasi itu kepada teman-temannya satu
kelompok semula. Setelah diskusi selesai, semua siswa dalam “kelompok ahli” ini kembali ke
kelompoknya yang semula,dan masing-masing dari mereka menjelaskan bagian
informasi tersebut kepada teman-teman satu kelompoknya.
B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dengan Model Pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok heterogen
yang beranggotakan 4 – 6 orang.
2. Tiap orang dalam kelompok
diberi sub topik yang berbeda.
3. Setiap kelompok membaca dan
mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan
bergabung dalam kelompok ahli.
4. Anggota ahli dari
masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang
telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok.
5. Kelompok ahli berdiskusi
untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik
tersebut.
6.
Setelah memahami materi,
kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian
menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
7. Tiap kelompok memperesentasikan hasil diskusi.
8. Guru memberikan tes
individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan.
9. Siswa mengerjakan tes
individual atau kelompok yang mencakup semua topik.
D. JIGSAW
II
Ketika Aronson (1975) mengembangkan metode
Jigsaw untuk pertama kalinya, kemudian Slavin (1989) lalu memodifikasiya
kembali. Hasil modifikasi itu dikenal dengan metode Jigsaw versi II. Dalam
metode ini,setiap kelompok berkompetesi untuk memperoleh penghargaan kelompok
(group reward). Penghargaan ini diperoleh berdasarkan performa individu
masing-masing anggota. Setiap kelompok akan memperoleh poin tambahan jika
masing-masing anggotanya mampu menunjukkan peningkatan performa (dibandingkan
sebelumnya) saat ditugaskan mengejakan kuis. Adapun teknis pelaksanaannya
hampir sama dengan Jigsaw I hanya bedanya pada pemberian reward saja.
E.
JIGSAW III
Metode yang ketiga ini dikembangkan oleh
kagan (1990). Tidak ada perbedaan yang menonjol antara JIG I, JIG II, dan JIG
III dalam tata laksana dan prosedurnya masing-masing. Hanya saja, dalam JIG
III, Kagan lebih fokus pada penerapannya di kelas-kelas bilingual. Jadi,
berbeda dengan metode Jigsaw sebelumnya yang dapat diterapkan untuk semua
materi pelajaran, metode JIG III khusus untuk kelas bilingual.
Kelas bilingual bisa dipahami sebagai
kelas yang didalamnya terdapat para pembelajar bahasa berbagai daerah dengan level proiciesy yang berbeda-beda. Dalam
kelas bilingual biasanya terdapat :
a. Siswa-siswa yang mempelajari bahasa
inggris sebagai bahasa nasional mereka (
English-Only Leaners/EOL)
b. Siswa-siswa yang bahasa nasionalnya
bukan bahasa inggris namun mereka terlibat dalam proses pembelajaran bahasa
inggris (English-Language Leaner/ELL)
c. Siswa-siswa yang bahasa nasionalnya
bukan bahasa inggris namun mereka mahir berbahasa inggris (English-Proficient
Leaner/EPL)
Karena khusus diterapkan untuk kelas
bilingual, maka JIG III pada umumnya menggunakan bahasa inggris untuk materi, bahan,
lembar kerja, dan kuisnya.
D.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw
Bila dibandingkan dengan
metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa
kelebihan yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru
dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi
kepada rekan-rekannya.
2. Pemerataan penguasaan
materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.
3. Metode pembelajaran
ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model ini di
lapangan, menurut Roy Killen, 1996, adalah :
1. Prinsip utama pembelajaran
ini adalah ‘peer teaching’, pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan
menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang akan
diskusikan bersama siswa lain.
2. Apabila siswa tidak memiliki
rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan materi pada teman.
3. Rekod siswa tentang nilai,
kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh
waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
4. Butuh waktu yang cukup dan
persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada
kelas yang lebih besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.
Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan, yaitu :
1. Siswa yang aktif akan lebih
mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
2. Siswa yang memiliki
kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk
menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli.
3. Siswa yang cerdas cenderung
merasa bosan. Pembagian
kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah
semua.
4. Penugasan anggota kelompok
untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi
yang harus dipelajari.
5. Siswa yang tidak terbiasa
berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.
Diskusi dalam kelompok ini,
untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang muncul dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pengelompokan dilakukan
terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar siswa dalam kelas.
2. Sebelum tim ahli,
misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok
asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan
materi yang menjadi tugass mereka
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Metode STAD ini untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif,
sebaiknya dalam satu anggota kelompok ditugaskan untuk membaca bagian yang
berlainan, sehingga mereka dapat berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya,
pengajar mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian materi. Dengan cara inilah
maka setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar
berhasil mencapai tujuan dengan baik.Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT
adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa.
Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi
tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
2.
Dengan
model pembelajaran TGT ( Teams Games Tournaments ) dapat meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa. Karena siswa dapat belajar lebih rileks, serta dapat
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar. Dan dapat menambah
wawasan tentang berbagai model pembelajaran serta dapat meningkatkan kompetensi
guru.
3.
Dalam
metode jigsaw, siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok
mereka sendiri dan dalam kelompok ahi. Setelah masing-masing anggota
menjelaskan bagian masing-masing kepada teman satu kelompoknya, mereka mulai
bersiap untuk diuji secara individu. Guru memberikan kuis kepada setiap anggota
kelompok untuk dikerjakan sendiri-sendiri, tanpa bantuan siapa pun. Skor yang
diperoleh setiap anggota dari hasil kuis ini akan menentukan skor yang akan
diperoleh kelompok mereka. Meski demikian, tidak seperti jigsaw II, dalam
metode jigsaw versi Aronson ini, menurut Knight dan Bohlmeyer (1990), tidak ada
reward khusus yang diberikan atas individu maupun kelompok yang mampu menunjukkan
kemampuan bekerja sama dan menjawab kuis.
B. KRITIK
DAN SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dalam rangka pengetahuan untuk Model Pembelajaran STAD, TGT dan JIGSAW.
Kurangnya sumber materi dalam penyusunan makalah ini semoga tidak mengurangi
manfaat yang terkandung.